• Home
  • About

GEMA NURANI

Latest Strategic News for Progressive Indonesia

  • Ekonomi
  • Politik
  • Kampus
  • Multimedia
  • Opini
  • Koperasiana
You are here: Home / Headline / Harga Bawang dan Sikap Elite Negara

Harga Bawang dan Sikap Elite Negara

Wednesday, 20 March 2013 By Danang Munandar

bawang

Belakangan ini publik dihentakkan dengan melonjaknya harga bawang. Bawang merah dan bawang putih di pasaran. Tidak seperti biasnya, komoditas ini harganya melambung tinggi. Hingga menjadi buah bibir tak hanya ibu-ibu rumah tangga, tapi juga menyedot para elite negeri ini.

Bawang merah dan bawang putih selama ini menjadi bumbu dapur yang selalu dikonsumsi setiap harinya oleh masyarakat, dan masuk dalam daftar belanja wajib ibu-ibu rumah tangga. Begitu populernya komoditas ini, hingga ada cerita rakyat yang mengisahkan bawang merah dan bawang putih. Bahkan, ada stasiun televisi swasta yang menayangkannya sebagai sinetron beripisode.

Tak hanya sebagai kebutuhan pangan, pada beberapa tradisi di nusantara. Bawang, terutama bawang merah pula dipakai sebagai sarana tolak bala dan terapi kesehatan.

Bawang kita tahu, merupakan tanaman khas di Asia. Tanaman ini sangat penting karena menjadi komoditas utama manusia tak terkecuali di Indonesaia. Hampir semua makanan olahan dapur menggunakan bumbu ini.

Untuk bawang putih, barangkali kita memang harus impor karena tidak bisa tumbuh subur di negeri ini. Namun, tidak untuk bawang merah. Beberapa daerah di Indonesia menjadi pusat penghasil produk pertanian ini. Brebes misalnya, adalah daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia.

Namun melambungnya harga bawang, sontak membuat heboh masyarakat dan merusak perekonomian keluarga. Tidak hanya itu, pemerintah juga dibuat bingung mengatasi problem ini.

Program Gagal

Yang membingungkan kita dengan melonjaknya harga bawang ini, adalah jargon dan program pemerintah soal ketahanan pangan. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa program ketahanan pangan ini telah gagal. Ketersediaan bahan pangan lebih pada pemanfaatan impor dan bukan peningkatan hasil pertanian dalam negeri. Yang terjadi malah timbulnya kartel dalam distribusinya.

Untuk menghindari adanya kartel dalam distribusi pertanian (baca: bahan pangan), semestinya pemerintah tidak tergantung pada impor. Kecuali untuk produk pertanian yang memang tidak dapat tumbuh di Indonesia. Sebagai negara agraris, tentu bangsa ini bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa harus tergantung negara lain.

Posisi Indonesia yang berada pada bentangan katulistiwa dan beriklim tropis merupakan modal alam yang memungkinkan menjadi negara yang berswasembada terutama dalam pertanian. Hal ini perlu digalakkan untuk menghindari terjadinya kekacauan harga pangan di pasaran atau kekurangan komoditas pertanian di pasaran dalam negeri.

Ketahanan pangan—yang sebetulnya belum berhasil itu—harusnya ditingkatkan menjadi kedaulatan pangan. Dan itu bisa berawal dari swasembada pertanian bagi para petani Indonesia.

Sikap Elite Negara

Peran lembaga legislatif (baca: DPR) mengenai soal ini terasa masih minim. Di panggung politik senayan, perihal bahan pangan utamanya komoditas pertanian seperti bawang kurang menjadi isu seksi. Padahal, merupakan kebutuhan masyarakat setiap hari. Komisi di DPR yang membidangi pertanian kurang terdengar gaungnya menyarakan aspirasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah terkait soal bawang ini.

Sementara kinerja pemerintah utamanya kementerian pertanian juga belum berhasil dan dapat dianggap gagal. Ini terlihat dari seringnya muncul masalah seputar kekurangtersediaanya bahan pangan serta melambungnya harga bahan pangan seperti yang terjadi saat ini (baca: harga bawang). Sementara sebelumnya soal kedelai, daging sapi, dan entah nanti apa lagi!

Berbagi ini:

  • Twitter
  • Facebook
  • LinkedIn
  • Print

Tulisan Lainnya Barangkali Anda Suka

Filed Under: Headline, Opini Tagged With: Harga bawang Merah, ketahanan pangan, negeri agraris, Pertanian, sikap elit negara

Terbaru

Rumah Baca Iqra’ dan Peradaban Kalingga

Kovernya memang rumah baca, tapi tidak kurang tidak lebih, sebenarnya, gambaran ulang tentang Peradaban Kalingga tengah dirintis.

Arief Hidayat Kembali Jabat Hakim Konstitusi untuk 2018-2023

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, dilantik kembali sebagai Hakim Konstitusi periode 2018-2023.

Wimboh Santoso Dilantik sebagai Ketua MES 2018-2021

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Wimboh Santoso, dilantik sebagai Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah periode 2018-2021.

Langganan via email

Silahkan isikan alamat email Anda untuk berlangganan artikel Gema Nurani secara gratis melalui email

Follow me on Twitter

My Tweets

Ekonomi

Termasuk Daerah Ekuator, Letkol Laut (P) Salim: Indonesia Rentan Diadu Domba Asing

Konflik global kini dilatarbelakangi perebutan Daerah Ekuator untuk mencari pangan, air, dan energi.

Politik

Wiranto Menkopolhukam, Letkol Laut (P) Salim: Apakah Kita Punya Strategi Maritim?

Menkopolhukam baru sebaiknya tetap menjaga konsistensi Indonesia terhadap politik luar negeri dan mengutamakan penjagaan kedaulatan dan sumberdaya alam Natuna.

Kampus

Sentuh Wilayah Ekopol, Bedah Buku My Fish My Life Akan Digelar Himaspal UNDIP

Acara bertajuk Maritime Talk, menghadirkan panelis, Staf Ahli Utama Kepresidenan Bidang Maritim, Riza Damanik.

Multimedia

Arief Hidayat Kembali Jabat Hakim Konstitusi untuk 2018-2023

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, dilantik kembali sebagai Hakim Konstitusi periode 2018-2023.

Opini

Rumah Baca Iqra’ dan Peradaban Kalingga

Kovernya memang rumah baca, tapi tidak kurang tidak lebih, sebenarnya, gambaran ulang tentang Peradaban Kalingga tengah dirintis.

Koperasiana

Ekonom UMY: Praktik Ekonomi Komunal Berbadan Hukum Koperasi Mulai Menunjukkan Hasil

Koperasi pada kenyataannya, berhasil menjadi tulang punggung negara-negara kaya di dunia.

Copyright © 2010 - 2017 GEMA NURANI